Rabu, 16 Mei 2012

Siapa yang peduli......?


DUNIA TANPA BATAS
Juning, 10 Juli 2009

Disini semua disajikan tanpa batas
Tanpa batas pandangan
Sehingga mata bebas memandang
Tanpa batas marah
Sebab api matahari menggodok darah
Tanpa batas sabar
Tanpa batas berbuat jahat
Tanpa batas berbuat baik
Tanpa batas memaki
Tanpa batas mencela
Tanpa batas tertawa
Tanpa batas menangis
Tanpa batas merasakan dingin
Yang membuat bibir hanya mampu bergetar
Tanpa batas merasakan panas
Yang seakan seperti tempe diatas wajan
Seperti itu pula kulit menjadi gosong
Tanpa batas merasa sengsara
Karena beban dipundak
Dengan jalanan berlumpur
Yang berubah menjadi jalanan tajam
Saat musim tiba bergilir

Disini tak ada topeng
Semua wajah tanpa topeng
Semua ekspresi adalah murni
Hakikat dari luapan hati
Yang mengalir Tanpa batas

Tanpa batas
Benar-benar tanpa batas.

*
Cak Paat








Neraka Kecil
  Juning, 29 September 2009

Jagung
Berdiri dari sejari
Sampai siul manis sorak jemari
Meski ada juga yang gigit jari

Daun jagung
Membelai pipi yang sudah berkulit tebal
Belaiannya akrab
Hingga tak terasa ia menusukkan jarum-jarum kecil
Dikulit kering yang terpaksa lembab
Oleh embun dan uap
Yang dikirim dari neraka
Dengan aroma keringat yang sedap

Ini adalah neraka kecil
Yang diujung jalan ada surga bayangan
 Benar-benar hanya bayangan
Yang terkikis rapi dan tergaris
Oleh jalanan panjang
Yang ditambah panjang
Sama dengan panjang

Neraka kecil
Mampir meniup ubun-ubun dan ketiak
Hingga keringat mengalir tanpa semillir

Neraka kecil
Ada diantara jagung yang menguning
Yang keluar Perlahan
Mengolah keringat kecut
Para manusia yang hanya mampu tersenyum kecut
Sebab surga tak kunjung tiba.

******
Cak Paat







Restoran Para Dewa
Juning, 30 September 2009

Menata padi satu demi satu
Dengan punggung membungkuk
Mengikuti perjalanan matahari
Yang memudarkan klambi lusuh
Dengan muka terbasuh Keringat keruh

Tiada kursi diladang ini
Bahkan untuk sekedar bersandar
Yang ada hanya harapan tertata rapi
Bersama padi tertancap dan bersemi
Dengan barisan kokoh di tanah yang terus tersirami
Meski miring ketika terinjak kaki

Seperti kami...........

Inilah hakikat
Mulai menanam dengan modal serba mengikat
Akhirnya hasil panen terjerat
Dan besoknya kembali mencicipi
Menu-menu istimewa dari restoran para dewa
Kikil linu, capek kerja, lauk ijon campur bon
Dan minumnya keringat hangat
Dan setelah memakan siapapun tak bisa buang tai
Dipinggir kali
Cocok sekali untuk musim ini
Dingin dan menggigil
Membirukan kulit yang tak bisa biru

Dengan lahap kami menyantap
Hidangan di meja merah para dewa
KEPARAT...........!

Kami seperti bola kecil
Yang sedang dimainkan para dewa
Yang dipukul kesana kemari
Sampai pecah
Hingga tak mampu menggelinding
Bersama kerbau dan sapi
Yang terikat tali
Dan terkendali
Dari restoran dewa-dewi.
#####
Cak Paat
Senyumnya  (Petani)
     Juning, 1 Maret 2006

Tangis dan tawa
Baginya tiada beda
Walau badan tersakiti
Senyumnya terpancar menyusuri
Selamanya bagai mentari
Selalu berjalan
Meski tertutup awan

Menanam harapan
Di tengah badai dan hujan
Tetap tersenyum
Menahan siksa
Menanti buah jerih payah

Pekerjaannya bagai rodi
Harus bertahan meski tersakiti

Saat tiba waktu menuai
Kebahagiannya tak terlukis dengan kata
Walau harus berdiri sepanjang hari
Di bawah panasnya mentari
Ditengah dinginnya hujan
Berjalan dengan beban
Senilai empat badan

Sungguh menakutkan
Bila terlintas dalam pikiran
Panas dan beban
Bersatu menaruh jera
Tapi tak sedikitpun keluyh kesah
Dan tak sekalipun ingin pergi atau lari

Semua itu harapannya
Itulah kebahagiaannya
Tersenyum ditengah derita
Tertawa dengan badan lelah.

##
Cak Paat




Manusia perkasa
Juning, 30 September 2009

Segar
Hujan mengguyur
Badan dengan atribut lumpur
Semua jadi meleleh Beriring dengan otot kendur

Lelah
Terasa indah
Saat semua bejalan demi darah
Yang mengalir di denyut nadi si kecil yang nampak pasrah

Menunggu
Sambil termangu
Memainkan gendang perut di depan pintu
Menghela nafas berharap akan segera datang ayah dan ibu

Basah
Kusut baju dan wajah
Berlari kecil pulang dari sawah
Dengan bibir biru mereka berkata ”Mantuk cepet amergo jawah”

Keras
Bekerja dibawah panas
Mengalir, menguap, dan membeku saat hujan deras
Mereka adalah manusia perkasa yang tetap bertahan meski tenaga habis terkuras


**
Cak Paat













 

Senin, 27 Februari 2012

Nyanyian Sepeda Tua


NYANYIAN SEPEDA TUA
29 Januari 2010

Jari-jari roda sepeda tua
Memainkan musik
Dalam alunan kemelaratan
Remuk, retak hati khusyuk berteriak
Dalam keinginan tak bertakdir

Kriyek...kriyek...
Lancar bernyanyi
Dengan balutan kerangka berkarat
Mengisi perjalanan panjang dan berat
Seperti sedang bercumbu
Dengan malaikat maut
Berangan dan membayangkan
Menggali tanah kuburan
Sebagai istana
Tempat menghapus takdir-takdir negatif
Membuka jalanan surga
Jika setia pada yang Esa
Membuka jalanan neraka
Baginya yang mengayuh sepeda tua
Dengan tegur hati menghujat
Mengambil kesimpulan akan jalannya sendiri
Dan dengan kerelaan tak terela

=000=
Cak Paat


KACAU     
29 Januari 2010

Semua jadi terjungkir
Kocar kacir sesekali iman mampir
Perlahan namun pasti
Penghianatan diri
memupuk gelap sisi hati

logika tak berdaya menepis.

kuatnya do’a pada rencana besar
tak mengukuhkan lagi

Satu persatu jalanan tak bertuan
Terjejaki tanpa ragu

Ini adalah efek samping
Dari kekacaun logika
Yang tak kunjung menghiba

Padahal semua telah lelah
Pada keadaan yang macet
Oleh kehendak yang punya:
Lngit dan bumi
Kehidupan dan kematian
Surga dan neraka.

=000=
Cak Paat



 

ASPAL
20 Desember 2009

Diatas aspal, jam 12
Dari jauh nampak bayang-bayang menari tanpa wujud
Melukis bara tak berupa

Mereka dan tangisnya menggila lupa raga
Kaki tak beralas melangkah sempit menghimpit.
Dengan nurani terhimpit
Oleh uap-uap tak bersumber
Mengalir deras bergilir

Aku kini harus berpijak diatasnya
Mengaduk senyawa dari surga dan neraka
Dengan tetesan asin keringat produk raga


Aku menoleh kekanan dan kiri
Mengharap semilir angin lewat di sekitar telinga
Dan semua akan terasa seperti angin
Yang dikirim dari surga
Enak meski hanya sejenak

000
Cak Paat





SAPITENG
17 Januari 2010

Kotor
Seperti sapiteng yang mampet
Berkali-kali terulang lagi

Busuk
Seperti tai di sapiteng
Semua menjijikkan

Tapi,
Semua dekat
Sok jijik,
Tapi toh di pegang juga
Sok jijik,
Tapi toh duduk juga

Bersih
Itulah jasad yang nampak
Dan Mulut yang selalu manis
Tapi, semua seperti sapiteng
Mengunci bebusuk serapat kampret



000
Cak Paat



































MENJAGA MALAM
25 Maret 2007

Andai hayalku mampu membawa hidupku
Pergi dari tegur sapa mentari
Ingin rasanya terus berhayal
Hidup berdasarkan inginku
Menggerakkan sendi-sendi yang hampir patah
Menikmati udara dingin menyapa

Dan aku tak ingin tahu
Esok akan tiba
Atau malah tenggelam oleh kelam

Yang kuingin malam tetap malam
Tanpa duka, derita, dan cerita
Tentang bayang bayang esok
Dengan catatan panjang
Daftar sengsara.

Yang ku ingin
Esok tak pernah tiba.

=000=
Cak Paat





















GARIS TIPIS PADA BUKU HARIAN
26 Januari 2010

Semua kegelisahan zaman
Tertutup sudah oleh angan
Yang terangkai dalam satuan garis-garis tipis
Dalam buku harian seribu masa

Garis garis tipis
Kuat mengikat Urat-urat
Yang membangkang
Pada cetakan garis angan
Pada buku harian

Apapun itu
Semua seakan menyepi
Dari kegaduhan bulan dan bintang
Menepi di trotoar yang berliku
Meski semua terasa kaku

=000=
Cak Paat




POTRET
4 Pebruari 2010

Hitam beraduk putih
Menetas kata abu-abu
Itulah potret kita

Retak rasanya sang retina
Menyaksikan....



Penulis:

Nama                                       : Supaat
Tempat Tanggal Lahir             : Jombang, 25 Maret 1984
Alamat                                    : Dsn. Juning,  RT 02 RW 01
                                                  Ds. Mojoduwur
                                                  Kec. Mojowarno
                                                  Kab. Jombang



Sabtu, 07 Januari 2012

Aku Tak Peduli


Gelap dan pekat
Aku tak perduli
Hujan, angin, dan petir  
Sedikitpun aku tak kawatir
Pagiku akan menghapusnya
Lelahku akan mengubahnya
Menjadi wewangian melati
Yang mekar karena hangatnya cahya

Lihatlah langkahku
Panjang dan lengangnya
Akan membalik bumi
Persis seperti dalam pejaman mataku
Saat aku menghela nafas panjang
Dan menghirup udara
Dengan memejamkan mata

Setiap tetes darah dan air mata
Akan menjadi teguh-teguh
Penghapus rapuh
Dan ia akan tersenyum padaku
Selalu....
Selalu....
Dan segala saksiku
Yang tadinya tak mampu tersenyum padaku.