Minggu, 25 Desember 2011

Cerita Tentang Aku


Cerita Tentang Aku

Dalam perjalananku yang cekak
Aku selalu mecari kata-kata rosulku
Meski kerapkali kuteguk setetes arak untuk sekedar melepas dahaga.
Setelah itu aku menelan butiran air mata yang keluar dari sudut mata yang selalu durhaka.
Air mata itu adalah sebuah isyarat bahwa aku berdo’a untuk kedamaianku.
Namun, kedamaian itu seolah tak pernah ada, manakala aku bercinta dengan keangkuhan dan keteguhan hati.
Keduanya adalah penuntutan atas keadilan yang kubuat sendiri.
Sering aku merasa bahwa takdir sedang tidak adil pada tempatku berdiri.
Oleh karenanya aku kini sedang mencari takdirku.
Pencarian itu adalah sebuah hembus angin dari surga
Yang terasa manakala aku bertemu mahluk tuhan yang paling bersahaja.
Mereka yang dipandang sebelah mata,
Mereka yang hanya mampu mengangguk dan menggeleng menyaksikan pidato para petinggi negara.
Mereka yang selalu menarik otot sekeras mungkin untuk wajah mungil di depan pintu.
Mereka yang selalu kumal karena sampho mahal.
Mereka yang mampu tertawa lebar bersama jiwa mereka yang suci.
###

Aku dan mereka
Adalah butiran nestapa dilautan haru,
Dan nestapa itu senantiasa tenggelam dalam kebaikan tuhanku,
Meski begitu rajin tuhanku menguji.
Kadang mereka tak sempat bernafas manakala  segala uji menerpa.
Untung saja asa tak pernah patah oleh reruntuhan derita dari langit.
Hanya saja sedikit keluh dan peluh, yang senantiasa membelai tubuhnya bersama sengat panas mentari.
###
Dalam setiap perjalanan pagi, tubuh bugar mereka menyapa.
Segala yang ada, segala yang nampak melambai-lambai disudut-sudut pekarangan dan sepanjang jalan.
Lambaian itu adalah sebuah untaian mimpi yang menghapus segala asa yang rapuh.
###
Rapuh
Saat aku menyaksikannya.
Sampai aku kehilangan makna.
Makna hidupku,
Tak seoangpun tahu.
Untuk apa dan untuk siapa kusiapkan maknaku.
Kini tak lagi aku mampu memaknai.
Hanya saja saat ini aku ingin mewarnai makna itu bersama derap kecil langkah mereka.
Bersama siksanya kurajut derita dan bahagia diatas tanah becek dan dibawah kaki tak beralas.
Ingin aku melakukan lika-liku yang membuat ukiran senyum simpul sudut bibir.
Namun kini aku terdiam tanpa tahu kenapa aku diam.
Mungkin benar kata orang  Kita tak kunjung melakukan sesuatu jika jika kita tak pernah ada dalam liku. Maka kita takkan pernah tahu makna hidup yang genap dengan segala makna.
###
Hidupku,
Kunodai dengan janji dan tipu dayaku, mulutku tak pandai lagi menyebut tuhanku. Dalam derai badai yang bertamu dalam balai duka, hatiku senantiasa melawan dosa dengan segenap kekuwatan berkabut. Sementara aku selalu menciptakan kabut dihatiku.
Lalu bagaimana aku bisa melawannya? Sedangkan semua berisi noda-noda berkabut.
###
Dalam noda berkabut. Senantiasa aku mencipta pengakuan-pengakuan kecil dalam buku harianku, yang kelak akan menjadi saksi bagi para malaikat agar lebih yakin menghajarku.
#
Kadang aku merasa lelah dalam hidup ini ketika aku nyata berdiri ditengah banyak orang yang selalu haus. Haus akan nirwana duniawi dengan tatanan rapi singgasana yang menjual sebuah pesona duka bagi luka-luka kecil yang hanya terlihat oleh para kurcaci. Och... bukan kurcaci tapi mereka yang selalu nampak bak kurcaci di kaca mata hitam para bangsawan. Yang merasa senasib dalam menghiba pada pencipta.
###